Download Kitab Fihi ma
Fihi Karya Syeikh Jalaluddin ar-Rumi dan Terjemahan
Kitab Fihi Ma Fihi adalah salah satu
masterpice Syeikh Jalaluddin Rumi yang kemudian
diterjemahkan menjadi inilah apa yang sesungguhnya oleh A.J Arbery. Dalam
bahasa Inggris diterjemakan menjadi “In It Is What In It”.
Kitab ini
disusun dalam bentuk prosa untuk menunjukkan makna yang sesungguhnya dari
kehidupan ini. Yang
mana kebanyakan pembahasannya merupakan jawaban sekaligus tanggapan atas
berbagai pertanyaan dari para sahabat dan murid beliau yang muncul dalam
konteks dan kesempatan yang berbeda-beda.
Di dalamnya, Anda akan diajak berselancar
mengarungi 71 pasal yang berisi refleksi dan komentar terkait masalah akhlak,
ilmu irfan, dan juga masalah sosial keagamaan yang dilengkapi tasfir atas Al-quran
dan Al-hadist.
Membaca karya Rumi ini, akan kita dapati
sebuah dunia yang sejuk, damai, ramah, dan nir kekerasan. Seolah-olah berbagai
bentuk kekerasan, kekejaman, serta wabah takfir (pengkafiran) dan
tabdi' (pembidahan) enggan untuk menampakan diri dalam karya beliau.
Seperti halnya Matsnawi, buku Fihi Ma Fihi
juga merupakan sebuah karya abadi Rumi
yang layak dikonsumsi oleh siapa saja yang sedang mengalami dahaga kedamaian
dan keindahan agama-agama.
Beliau Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin
Hasin al Khattabi al-Bakri (Jalaluddin Rumi) atau
sering pula disebut dengan nama Rumi adalah seorang penyair sufi yang
lahir di Balkh (sekarang Afganistan) pada
tanggal 6 Rabiul Awwal tahun 604 Hijriah, atau tanggal 30 September 1207 Masehi.
Ayahnya masih keturunan Abu Bakar,
bernama Bahauddin Walad. Sedang ibunya berasal dari keluarga kerajaan Khwarazm.
Ayah Rumi seorang cendekia yang saleh, ia mampu berpandangan ke depan, seorang
guru yang terkenal di Balkh. Saat Rumi berusia 3 tahun karena adanya ancaman
oleh serbuan Mogol, keluarganya meninggalkan Balkh melalui Khurasan dan Suriah,
sampai ke Provinsi Rum di Anatolia tengah, yang merupakan bagian Turki
sekarang. Mereka menetap di Qonya, ibu kota provinsi Rum. Dalam pengembaraan
dan pengungsiannya tersebut, keluarganya sempat singgah di kota Nishapur yang
merupakan tempat kelahiran penyair dan ahli matematika Omar Khayyam. Di kota
ini Rumi bertemu dengan Attar yang meramalkan si bocah pengungsi ini kelak akan
masyhur yang akan menyalakan api gairah Ketuhanan.
Tahun 1244 M, Rumi bertemu dengan syekh spiritual lain,
Syamsuddin dari Tabriz, yang mengubahnya menjadi sempurna dalam ilmu tasawuf.
Setelah Syamsuddi wafat, Rumi kemudian bertemu dengan Husamuddin Ghalabi, dan
mengilhaminya untuk menulisakan pengalaman spiritualnya dalam karyanya
monumentalnya Ma’nawi. Ia mendiktekan karyanya
tersebut kepada Husamuddin sampai akhir hanyatnya pada tahun 1273 M.
Ciri khas lain yang
membedakan puisi Rumi dengan karya sufi penyair lain adalah seringnya ia
memulai puisinya dengan menggunakan kisah-kisah. Tapi hal ini bukan dimaksud ia
ingin menulis puisi naratif. Kisah-kisah ini digunakan sebagai alat pernyataan
pikiran dan ide.[1]
No comments:
Post a Comment