Friday, June 17, 2016

Pembagian Hadits Berdasarkan Kualitas Sanad

Pembagian Hadits Berdasarkan Kualitas Sanad

Membicarakan tentang hadits dari segi kualitasnya ini tidak dapat dipisahkan dari pembagian hadits menurut kuantitasnya. Sebagaimana dapat dipahami bahwa  dari segi kuantitas,hadis dapat dibedakan  menjadi hadits mutawatir dan hadits ahad.
Untuk yang disebut pertama memberikan pengertian bahwa hadits itu diterima secara yakin  bi al-qat’i,yaitu nabi Muhammad saw memang benar-benar bersabda,berbuat,atau menyatakan dihadapan para sahabat,berdasarkan sumber-sumber yang banyak dan mustahil mereka bersama-sama sepakat untuk berbuat dusta.
Oleh karena kebenaran sumber-sumbernya telah meyakinkan,maka ia harus diterima dan diamalkan dengan tanpa mengadakan penelitian,baik terhadap sanad maupun matannya.
Sedangkan tipe hadits yang disebut kedua,hanya memberikan faedah dzanny {prasangka} dan karenanya harus diadakan penyelidikan lebih lanjut,baik yang berhubungan dengan sanad maupun matannya,sehingga status hadits tersebut menjadi jelas “apakah diterima sebagai hujjah atau ditolak”.
Atas dasar inilah,kemudian para ulama hadits membagi hadits secara kualitas menjadi dua bagian,yaitu hadits maqbul dan hadits mardud.
Yang dimaksud hadits maqbul adalah “hadits yang telah memenuhi syarat-syarat  penerimaan {qabul} yaitu apabila sanadnya bersambung,diriwayatkan oleh rawi yang adil dhabit,dan matannya syaz dan tidak ber’ilat.hadits maqbul dapat dimaksud dengan hadits shahih dan hasan.”
Yang dimaksud dengan hadits mardud adalah “hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat  hadits maqbul,baik yang berhubungan dengan sanad maupun matan. Hadits mardud  juga disebut hadits dhaif.”

Hadits shahih
Shahih  menurut bahasa lawan dari kata saqim {sakit}. Kata shahih juga telah menjadi kosakata bahasa indonesia  dengan arti “sah,benar,sempurna,sehat,pasti”.
Pengertian hadits shahih secara definitif eksplisit belum dinyatakan oleh ahli hadits dari kalangan al-mutaqaddimin {sampai abad tiga hijriah}. Mereka pada umumnya hanya memberikan penjelasan  mengenai kriteria  penerimaan hadits yang dapat dipegangi. Diantara pernyataan-pernyataan mereka adalah “tidak diterima periwayatan suatu hadits kecuali yang bersumber dari orang-orang yang tsiqqah tidak diterima periwayatan suatu hadits yang bersumber dari orang-orang yang tidak dikenal memiliki pengetahuan hadits,dusta,mengikuti hawa nafsu,orang-orang yang ditolak kesaksiannya”.

Syarat-syarat Hadits Shahih
1. Sanadnya bersambung
2. Perawinya bersifat adil
3. Perawinya bersifat dhabit
4. Tidak syadz {janggal}
5. Tidak ber’ilat {cacat}

Hadits shahih dibagi menjadi dua:
Shahih li dzatihi dan shahih li gharihi.
Perbedaan keduanya terletak pada pada segi hafalan atau ingatan perawinya.
1. Shahih li dzatihi : ingatan perawinya sempurna.
2. Shahih li gharihi  : ingatan perawinya kurang sempurna.
A. Hadits Shahih li Dzatihi
Ialah hadits yang dirinya sendiri telah memenuhi keriteria kashahihan sebagaimana  disebutkan dan tidak memerlukan penguat dari yang lainnya.
B. Hadits Shahih li Gharihi
Ialah hadits hasan li dzatihi apabila diriwayatkan melalui jalan yang lain oleh perawi yang sama kualitasnya atau yang lebih kuat dari padanya.
Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa sebenarnya hadits tipe ini asalnya bukan hadits shahih melainkan hadits hasan li dzatihi karena adanya syahid atau mutabi’ yang  menguatkannya maka hadits hasan li dzatihi berubah kedudukan menjadi shahih li gharihi.

Hadits Hasan
Kata hasan berasal dari kata “hasuna, yahsunu” yang menurut bahasa berarti sesuatu yang diinginkan dan menjadi kecenderungan jiwa atau nafsu.maka sebutan hadits hasan secara bahasa berarti hadits yang baik atau yang sesuai dengan keinginan jiwa.

Syarat-Syarat Hadits Hasan
1. Sanadnya bersambung
2. Perawinya adil
3. Perawinya dhabit “tetapi kualitas kedhabitannya dibawah kedhabitan perawi hadits shahih.
4. Tidak terdapat kejanggalan “syadz”
5. Tidak ber’ilat

Pembagian Hadits Hasan
1.hasan li dzatihi :ialah hadits yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil,dhabit meskipun tidak sempurna,dari awal sanad hingga akhir sanad tanpa ada keganjilan dan cacat yang merusak.
2.hasan li gharihi :secara singkat hasan li gharihi itu terjadi dari hadits dhaif  jika banyak periwayatannya,sementara para perawinya tidak diketahui keahliannya dalam meriwayatkan hadits.akan tetapi mereka tidak sampai derajat fasik atau tertuduh suka berbohong atau sifat-sifat jelek lainnya.

Hadits Dhaif
 Secara etimologi  dhaif berasal dari kata ”dhuf’un” yang berarti lemah,lawan dari”al-qawiy”yang berarti kuat.dengan makna bahasa ini maka yang dimaksud hadits dhaif  adalah hadits yang lemah atau hadits yang tidak kuat.
Secara termonologi hadits dhaif didefinisikan sebagai segala hadits yang didalamnya tidak terkumpul sifat-sifat maqbul.
Sebab-sebab hadits dhaif ditolak dilihat dari dua sebab:
1.sanad hadits
A.ada kecacatan pada perawinya baik berupa keadilan maupun kedhabitannya,ada 9 macam :
>dusta
>tertuduh dusta
>fasiq
>banyak salah
>lengah dalam menghafal
>menyalahi riwayat yang lebih tsiqqah atau dipercaya
>tidak diketahui identitasnya
>penganut bid’ah
>tidak baik hafalannya
B.sanadnya tidak bersambung
>gugur pada sanadnya
>gugur pada sanad terakhir”sahabat”
>gugur dua orang rawi atau lebih secara berurutan
>rawinya yang digugurkan tidak berturut-turut
Pembagian hadits dhaif
Hadits-hadits yang tergolong dalam kelompok ini,diantaranya adalah :hadits mursal,hadits munqati’,hadits mu’dal,dan hadits mudallas.
Ditinjau dari sifat matannya
Hadits-hadits yang tergolong dalam kelompok,diantaranya adalah : hadits mauquf,hadits maqthu’.
Daftar pustaka
1.Nashirudin Al-Albani.1995.
Silsilah Hadits Dha’if dan Maudhu’.
Jakarta : Gema insane.
2.Nasrudin Al-Albani,Muhammad.2006.
Silsilah Hadits Shahih.
Jakarta Timur : Qisthi press.
3.Nur Ihwan,Muhammad.2007.
Studi Ilmu Hadits.Semarang : Media Rasail.






No comments:

Post a Comment